Apresiasi Tinggi Buat Visi & Misi Lanyalla Mahmud Mattalitti

Lanyalla Mahmud Mattalitti - wawancara - 07022023
Istimewa
Visi dan misi Lanyalla sangat bagus untuk kemajuan sepakbola Tanah Air.

Guru Besar Universitas Negeri Yogyakarta, Prof Dr Ria Lumintuarso, M.Si mengapresiasi visi dan misi calon ketua umum PSSI, Lanyalla Mahmud Mattalitti. Ia menilai penjelasan yang dilakukan pria berusia 63 tahun tersebut sudah oke.

Lanyalla memaparkan visi dan misi di hadapan puluhan Asprov PSSI. Agenda tersebut dilangsungkan di Hotel Sultan, Jakarta, Selasa (7/2) malam WIB.

Artikel dilanjutkan di bawah ini

"Patut kita apresiasi bahwa pak Lanyalla ini sangat terbuka kepada semua pihak, visi dan misinya juga jelas dan terukur. Tujuannya adalah kemajuan sepakbola Indonesia," kata Ria.

Ria, menyatakan saat ini melihat PSSI seperti berada di zona nyaman. Oleh karena itu, Lanyalla datang dengan membawa perubahan ke arah yang lebih baik.

Lebih lanjut, Ria menyampaikan diperlukan manajemen yang efektif, berkapasitas dan profesional. Tujuannya, tentu untuk membawa sepakbola ke arah yang lebih baik lagi.

"Dukungan finansial dari pusat ke daerah sebagaimana disampaikan pak Lanyalla dalam paparannya, tentu harus dijadikan pemacu untuk menciptakan industri sepakbola yang sehat, sekaligus prestasi gemilang," ucapnya.

Selain itu, Ria menyebut sport industry sudah bergulir cukup baik. Hal itu dibuktikan dengan tingginya nilai jual klub di mata investor.

"Tapi nilai ungkit prestasi juga harus dibarengi. Ini yang menjadi strategi ke depan. Dukungan pusat ke daerah dalam hal finansial, itu sangat positif. Harus menjadi alat picu awal. Ada prestasi ada industri," ujarnya.

"Pembangunan sepakbola berbasis event itu berarti diperlukan independensi, terstruktur dan akuntabel. Sedangkan menjualnya diperlukan positioning, image dan identity," ia menambahkan. 

Sementara ketua Asprov PSSI Jawa Barat, Tommy Apriantono dalam paparannya menjelaskan, harkat dan martabat bangsa diangkat oleh salah satunya olahraga.

"Prestasi olahraga di level internasional menjadi barometer sistem pembinaan keolahragaan. Sejak Sea Games 1991, prestasi sepakbola Indonesia fluktuatif," tutur Tommy. 

Tommy menyebut ada empat pilar pembinaan sepakbola yakni usia dini, kompetisi, pelatih dan timnas. "Pembinaan usia dini belum dikelola dengan benar baik pengenalan dan pemasalan. Filanesia belum dimasifkan. Tidak ada kompetisi yang berlangsung lama untuk usia remaja."

Di sisi lain, dalam hal kepelatihan, Tommy menyebut sesungguhnya pelatih yang membuat pemain menjadi andal dalam mengolah si kulit bundar. Tapi pendidikan kepelatihan tidak diperhatikan dengan baik. "Kalau Indonesia mau berprestasi, harus mengubah cara berlatihnya."

Tutup